Pakar IT SEVIMA: Kampus Harus Digitalisasi jika Tak Ingin Gulung Tikar

AMANAT DENPASAR (14/12) – Pekan ini, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim telah mengumumkan Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Berbasis Prestasi (SNBP) dan Berbasis Tes (SNBT) untuk menyeleksi calon mahasiswa di kampus negeri. Berbagai kampus swasta kini juga telah membuka penerimaan mahasiswa baru.

Sayangnya, calon mahasiswa biasa berebut untuk masuk di kampus tertentu saja. Masih banyak kampus yang kekurangan pendaftar bahkan sampai terancam gulung tikar (bangkrut). Hal ini diungkapkan oleh Wahyudi Agustiono Ph.D, pakar IT dari SEVIMA sekaligus Dosen Senior di Universitas Trunojoyo Madura, sebagai pembicara kunci dalam Musyawarah Nasional Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) pada Jum’at (09/12) sore di Prime Plaza Hotel Sanur Bali.

Wahyudi melihat masalah kekurangan pendaftar berakar dari adanya kampus yang enggan melakukan digitalisasi. Mahasiswa saat ini mencari pengalaman belajar yang tidak hanya memberikan mereka ijazah serta ilmu teori, tapi juga digital skill dan mempraktikkan langsung studi kasus di dunia nyata.

“Kalau tidak mau gulung tikar, transformasi digital harus dilakukan! Digitalisasi juga tidak cukup dicatat (dalam forum ini), tapi harus bisa memberikan impact kepada mahasiswa. Karena mahasiswa kita adalah generasi Z dan Alpha yang menginginkan pengalaman belajar digital. Kampus digital bagi mereka bukan lagi kemewahan, tapi kenormalan bahkan kewajiban!,” tegas Wahyudi dalam forum yang dihadiri Ratusan Pimpinan Perguruan Tinggi tersebut.

Berdasarkan pengalamannya melakukan digitalisasi di lebih dari 700 kampus di Indonesia yang tergabung dalam Komunitas SEVIMA, Wahyudi kemudian berbagi empat langkah bagi kampus untuk sukses melakukan digitalisasi. Berikut tipsnya:

1. Kembangkan Infrastruktur yang Kokoh tapi Tetap Terjangkau

Wahyudi menyadari bahwa digitalisasi kerap ditakutkan karena biayanya yang dianggap mahal. Hal tersebut menurut Wahyudi memang benar jika setiap kampus harus membuat infrastuktur digital sendiri, seperti membeli server hingga membayar teknisi sendiri.

Namun, kampus juga bisa mengambil alternatif berupa menggunakan sistem yang sudah ada. Inilah tips pertama dari Wahyudi. Ia mengajak kampus untuk memanfaatkan aplikasi digital yang sudah banyak bertebaran di internet. Termasuk, sistem akademik berbasis infrastuktur Cloud (komputasi awan) seperti SEVIMA Platform yang sudah biasa digunakan oleh kampus.

“Dengan menggunakan infrastuktur berbasis Cloud, kini lebih dari 700 kampus yang tergabung dalam Komunitas SEVIMA tidak perlu beli server karena telah berbasis cloud. Kampus-kampus ini akhirnya menikmati sistem akademik dengan biaya yang sangat murah atau bahkan gratis! Sistem akademik ini juga dapat dengan mudah diakses lewat HP dan Laptop, seperti kita menggunakan sosial media,” ungkap Wahyudi.

2. Buat Roadmap (Peta Jalan) untuk Pengembangan Digitalisasi Kampus

Digitalisasi kampus adalah perjuangan yang membutuhkan waktu panjang. Oleh karena itu, sebagai tips kedua Wahyudi mengajak kampus untuk membuat rencana pengembangan. Misalnya, apa yang perlu dilakukan kampus dalam dua, lima, sepuluh, bahkan dua puluh tahun.

Wahyudi juga menyampaikan bahwa Pemerintah dan Presiden Joko Widodo saat ini telah memiliki roadmap sumber daya manusia melalui pemberdayaan teknologi. Dengan adanya roadmap, diharapkan digitalisasi dapat terus berlanjut apapun kondisi yang terjadi.

“Saya pinjam istilah dari Pak Jokowi: kita memang saat ini kita hidup di era digital, jadi digitalisasi ini tidak bisa dihindari. Kita sedang ada di sebuah peradaban yang memang digital, dan itu membutuhkan perencanaan matang secara waktu hingga sumber daya manusia (SDM),” kata Wahyudi.

3. Pastikan Data Terintegrasi dan Sesuai Aturan Pemerintah

Digitalisasi tak bisa dilepaskan dari pengelolaan data. Saat melakukan digitalisasi, kampus akan mengelola banyak data mulai dari penerimaan mahasiswa baru, pembelajaran, hingga kelulusan.

Wahyudi berpesan bahwa data ini perlu dikelola dengan baik, agar terintegrasi dan sesuai dengan aturan pemerintah. Di Kementerian Pendidikan sendiri, ada aturan untuk melaporkan data ke Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI). Selain itu ada juga banyak kewajiban yang membutuhkan data seperti pengelolaan Akademik, Non Akademik, Akreditasi, Sistem Pengendalian Mutu Internal, hingga Sistem Sumber Daya (SISTER).

Pesan ketiga ini menurut Wahyudi sangt penting, karena akan ada masalah besar jika data yang dimiliki kampus tidak dikelola dengan baik. Resiko seperti kebocoran data, kegagalan meluluskan mahasiswa karena tidak bisa mencetak Penomoran Ijazah Nasional, hingga akreditasi yang buruk, menanti kampus yang datanya bermasalah.

“Rumus kami di SEVIMA Platform yakni sistem di kampus harus terintegrasi dan terkoneksi. Mari kita kembangkan di kampus ekosistem digital, yang memberi impact dan terkoneksi. Karena sebagus apapun aplikasi dan sistem, kalau tidak terkoneksi atau datanya tidak aman maupun tidak sesuai dengan regulasi yang ada, itu akan bahaya!,” lanjut Wahyudi mewanti-wanti perguruan tinggi.

4. Siapkan SDM di Kampus untuk Menghadapi Digitalisasi

Tips pamungkas, digitalisasi menurut Wahyudi tak hanya menggunakan gadget baru maupun aplikasi baru. Digitalisasi juga akan membawa budaya baru. Oleh karena itu sumber daya manusia (SDM) di kampus perlu disiapkan untuk menghadapi digitalisasi.

Wahyudi memahami bahwa menyiapkan SDM tidaklah mudah. Namun semua civitas kampus harus bergerak dan mencoba, karena hal ini sudah jadi tuntutan zaman. Wahyudi merujuk pada data bahwa kini jumlah gadget yang ada di Indonesia sudah lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk. Sebab satu orang bisa saja memiliki lebih dari satu gadget.

“Artinya, semua orang di Indonesia saat ini sudah terekspose digitaliasi. Kampus harus berubah dan mengembangkan kultur digital, jika tidak ingin gulung tikar. SEVIMA sendiri sudah membuktikan, 700 lebih perguruan tinggi mitra kami, itu tersebar di seluruh Indonesia dari Aceh, Kupang (Nusa Tenggara), hingga Papua. Di semua kampus yang telah melakukan digitalisasi tersebut, revolusi pendidikan tidak hanya sukses karena sistem yang canggih, tapi juga karena SDM yang mau berubah jadi lebih baik!,” pungkas Wahyudi.

#

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *